Selamat Datang di Blog Saya

Kamis, 07 Maret 2013

Laga Manchester United vs Real Madrid





Manchester United akhirnya tersingkir dari Liga Champions musim 2012/2013. Dua gol yang dicetak Luka Modric dan Cristiano Ronaldo mengubur impian United. Skema rancangan Alex Ferguson berjalan dengan sangat baik sampai menit ke-56 saat Nani menerima kartu merah akibat insidennya dengan Arvalo Arbeloa.

Sejak itulah arah permainan beralih ke tangan Real Madrid. Dominasi penguasaan bola Madrid yang sebelumnya tak banyak menghasilkan peluang, pelan tapi pasti mulai menghadirkan ancaman. Sampai akhirnya terciptalah 2 gol yang dicetak Modric dan Ronaldo.

Kendati bermain 10 orang, menariknya United tetap memberikan ancaman yang bukan main-main bagi Madrid. Agregat dua gol yang harus dikejar United bukan hal yang mustahil jika saja Diego Lopez tak bermain cemerlang. Setidaknya ada tiga peluang emas United digagalkan Lopez.

Apa yang membuat United terlihat berbahaya selama 56 menit walau penguasaan bola didominasi Madrid? Kenapa United secara kontinyu tetap berbahaya walau sudah bermain 10 orang? Dan, akhirnya, apa yang membuat Madrid unggul 2-1?

4-2-3-1 vs 4-2-3-1

Kedua tim turun dengan formasi dasar 4-2-3-1. United sebenarnya menurunkan dua pemain dengan posisi natural sebagai striker, Van Persie dan Welbeck, tapi Welbeck praktiknya bermain lebih ke dalam, berdiri di lini kedua. Sementara Madrid hanya menurunkan Gonzalo Higuain sebagai ujung tombak tunggal.

Higuain adalah satu-satunya perubahan yang dilakukan Mourinho. Dia diturunkan menggantikan Benzema yang "mati kutu" di laga pertama. 10 pemain sisanya adalah mereka yang juga turun sebagai starter di laga pertama yang berakhir imbang 1-1. Dalam situasi tertinggal agregat gol dalam mencetak gol di kandang lawan, Mourinho memang tak punya pilihan untuk mempertajam lini serangnya. Higuain diharapkan bisa memenuhi harapan itu.

Sementara Alex Ferguson membuat empat perubahan. Cederanya Phil Jones, yang di laga pertama cukup bagus menjaga Ronaldo, digantikan Tom Cleverley. Johny Evans yang juga bermain baik di laga pertama digantikan posisinya oleh sang kapten, Nemanja Vidic. Sementara Kagawa [yang bermain cemerlang lewat hattrick-nya ke gawang Norwich di akhir pekan] dan Rooney [yang tidak pernah absen di laga-laga penting dalam 5 tahun terakhir jika tidak cedera] secara mengejutkan dicadangkan dan digantikan oleh Nani dan Ryan Giggs.



Giggs Sebagai Defensive-Winger

Giggs secara mengejutkan lebih dipilih ketimbang Rooney untuk mengisi sisi kanan di depan Rafael da Silva. Sisi kanan ini memang menjadi perhatian tim mana pun yang menghadapi Madrid. Keberadaan Ronaldo di sana memaksa lawan untuk memberi perhatian ekstra. Di laga pertama, Rooney ditugaskan untuk melapisi Rafael yang sudah pasti akan bertarung dengan Ronaldo yang dibantu oleh Coentrao. Rooney bermain tak maksimal. Setidaknya dia bertanggungjawab atas dua peluang emas yang didapat Coentrao di leg I.

Maka Giggs pun didapuk menggantikan Rooney. Ini pilihan yang mengejutkan. Biasanya, jika Ferguson memerlukan pemain sayap yang punya kemampuan bertahan, pilihannya jatuh pada Valencia. Hasilnya tidak mengecewakan. Giggs, yang dulunya adalah mentor Ronaldo, dengan sangat baik memerankan diri sebagai defensive-winger. Situs whoscored menyebut Giggs sebagai pemain terbaik di babak pertama secara statistik.

Sepanjang babak I, setidaknya dia membuat 8 kali defensive action guna merebut bola dari penguasaan lawan. Dia berhasil memastikan Coentrao tak maksimal mendukung Ronaldo. Di luar gol yang dicetaknya, Ronaldo praktis tak berdaya. Sepanjang babak I, dia hanya membuat 3 percobaan mencetak gol, semuanya off-target, 2 di antaranya dari luar kotak penalti.

Ketika menyerang, Giggs pun sangat terkendali gerakannya. Dia jarang memasuki final third Madrid. Saat memasuki final third, dia seringnya langsung melepas umpan. Di sinilah Rafael yang menyisir sisi kiri pertahanan Madrid, saling bertukar posisi dengan Rafael.

Peran Suffaco oleh Welbeck

Jika di leg 1 Welbeck bermain cemerlang di sisi kiri, kali ini Welbeck bermain di tengah menggantikan Kagawa. Posisinya tepat di belakang Persie. Tugas Welbeck bukan hanya membantu Persie dengan pergerakan-pergerakan dari lini kedua. Dia juga diberi tugas untuk memberi tekanan pada Xabi Alonso, pengatur serangan Madrid [deep-lying midfielder].

Dan, sekali lagi, Welbeck bermain sama bagusnya dengan leg 1 di posisi barunya ini. Saat menyerang, dia bukan hanya rajin bergerak ke kiri untuk berkolaborasi dengan Nani, tapi juga efektif menjadi penyerang kedua. Gol bunuh diri Ramos juga berkat kemunculan Welbeck ke dalam kotak penalti. Saat diserang, Welbeck segera kembali ke posisinya untuk sebisa mungkin membatasi kenyamanan bermain Alonso.

Sam Tighe, penulis untuk situs Bleacherreport, menyebut peran yang dimainkan Welbeck ini sebagai "suffaco" atau "advance destroyer". Posisinya di belakang seorang striker mirip dengan pemain no. 10 ["regista"], tapi dia juga dibebani tugas untuk menjadi pemutus serangan lewat marking ketat pada pengatur serangan yang bermain sebagai deep-lying. Ferguson terkenal dengan eksperimennya dalam mematikan Andrea Pirlo di perempat-final Liga Champions 2008 dengan menempatkan Ji-Sung Park di belakang striker guna mengganggu kenyamanan bermain Pirlo.

Poros Ganda pada Cleverley-Carrick

Di leg 1, Phil Jones bahu membahu bersama Carrick melindungi barisan pertahanan. Jones terutama ditugaskan untuk mencegah upaya Ronaldo yang punya kecenderungan menusuk ke tengah [cutting inside] guna mencari ruang tembak. Posisi Jones kali ini digantikan Cleverley.

Dengan terisolasinya Ronaldo oleh kolaborasi Giggs-Rafael di kanan, maka Cleverley bergerak cenderung ke kiri untuk menyaring serangan yang berasal dari kolaborasi antara Angel di Maria dan Mesut Oezil. Pada leg 1, di Maria secara konstan merusak pertahanan United dari sisi kiri pertahanan United yang dijaga Evra. Taktik ini juga bisa dikatakan berhasil. Sebelum akhirnya di Maria digantikan Kaka jelang turun minum, serangan dari sisi kiri ini juga praktis relatif bisa dikendalikan oleh United.

Keberhasilan United menetralisir kedua sayap Madrid ini mengakibatkan Madrid mau tak mau menyerang dari tengah. Ini pun terkendala akibat gangguan yang dberikan Welbeck pada Alonso. Praktis tinggal Khedira yang menjadi harapan. Tak heran jika satu-satunya peluang emas yang didapat Madrid di dalam kotak penalti United berasal dari umpan panjang Khedira kepada Ronaldo di menit 28.

Nani Out, Modric In



Madrid memang menguasai penguasaan bola, tapi kreasi peluang yang diciptakan kedua tim seimbang, bahkan United terlihat lebih berbahaya. Titik balik terjadi saat Nani, yang bermain bagus dan mengkreasi gol bunuh diri Ramos, menerima kartu merah di menit 56. Unggul pemain jelas membuat Madrid jadi lebih nyaman memainkan bola.

Tapi unggul jumlah pemain saja bisa tak menghasilkan apa-apa jika tak dibarengi perubahan taktik yang tepat. Di sini Mourinho "membalas" kemenangan taktik Ferguson yang sepanjang 56 menit berhasil mengantisipasi taktik Mourinho. The Special One menjawab kartu merah Nani dengan reaksi yang tepat: memasukkan Luka Modric menggantikan Arvalo Arbeloa. Pilihan memasukkan Modric ini, dan bukan memasukkan penyerang tambahan lewat Benzema, terbukti mematikan.



Dengan masuknya Modric, maka Madrid bermain hanya dengan 3 bek --sesuatu yang disarankan del Bosque sebelumnya. Kehadiran Modric ini membuat Madrid praktis punya 3 pemain yang punya kemampuan mengontrol permainan di final third. Selain Modric, di lapangan Madrid juga punya Kaka di kiri dan Oezil di kanan.

Di sisi lain, United terpaksa menggeser Welbeck ke sisi kiri menggantikan posisi Nani. Ini membuat Alonso terbebas dari tekanan, sehingga Madrid benar-benar sanggup mengobrak-abrik lini tengah United. 5 pemain tengah Madrid [Oezil, Modric, Kaka, Khedira, Alonso] vs 4 pemain gelandang United [Welbeck, Giggs, Carrick, Cleverley].

Ronaldo dan Higuain di Depan

Efek lain dari dominasi lini tengah Madrid ini adalah Ronaldo pun bisa lebih konstan masuk ke dalam kotak penalti karena posisinya di kiri bisa diisi oleh Kaka. Dia tak lagi terpaku di sisi kiri, tapi bisa lebih sering berada di dalam kotak penalti.

Seiring naiknya posisi Ronaldo, perubahan juga terjadi pada Higuain. Jika sebelumnya dia selalu berada di dalam kotak penalti, posisinya agak digeser ke kanan, terutama setelah Oezil ditarik keluar digantikan oleh Pepe.

Dalam situasi inilah gol kedua lahir. Ronaldo yang sebelumnya kesulitan masuk ke dalam kotak penalti, bisa dengan leluasa menyambut umpan umpan silang dari sisi kanan pertahanan United. Siapa lagi kalau bukan Higuain yang memberinya umpan matang.




Serangan dari Sayap yang Membentur Lopez

Tertinggal 1-2, United harus mencetak 2 gol jika ingin lolos. Tak ada pilihan lain bagi Ferguson selain memasukan pemain-pemain yang lebih agresif. Dimulai oleh Rooney yang masuk menggantikan Cleverley, lalu Ashley Young menggantikan Welbeck, dan terakhir Valencia menggantikan Rafael yang cedera.

Menarik memperhatikan bagaimana United tetap berhasil memberikan tekanan berbahaya pada Madrid walau bermain dengan 10 pemain. Tidak heran jika mayoritas peluang itu berasal dari sayap, sesuatu yang memang diharapkan dan direncanakan oleh Ferguson. Sundulan on target Welbeck di menit 73 berasal dari crossing Evra. Tembakan dari dalam kotak penalti dari Welbeck pada menit 80 berasal dari crossing Rafael. Sundulan on target Carrick di menit 83 berasal dari crossing Giggs. Terakhir sundulan on target Vidic di menit 92 juga berasal dari crossing Giggs.

Hampir semua percobaan mencetak gol itu digagalkan oleh kegemilangan Diego Lopez, pengganti Iker Casillas yang masih belum fit. Jika di leg 1 De Gea mempertunjukkan aksi-aksi akrobatik guna mengamankan gawang United, kali ini Lopez yang mencuri perhatian. Dan berkat dia pula Madrid hanya kebobolan 1 gol, saat United sebenarnya berpeluang untuk mencetak setidaknya 3 gol.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.